rumah yang terus bersuara gaduh, riuh, seolah selalu penuh oleh para tamu ini,
kenapa rasanya tetap seperti tidak berpenghuni?
bahkan dengan tangisan tengah malam yang terus merintih ingin dikeluarkan,
rumah ini tetap terasa seperti singgasana kesunyian
di depan nyala api hangat yang terus berkobar,
mengapa ia yang mampu membakar segala resah menjadi damai?
membuat rumah layak tinggal yang tentramnya seperi surga di atas sana?
aku yang sengsara penuh oleh derita,
perlahan menemukan rumah layak huni
bukan di rumah itu
justru sebaliknya,
di sebuah rumah tidak berpenghuni
namun terasa seperti rumah bagiku
aku akan membagikan sekilas informasi padamu bahwa ini mungkin adalah satu puisi terburuk yang pernah kutulis. Aku tak tahu apa yang menderaku malam itu.
aku teringat saat itu baru saja selesai membaca sebuah novel dan tiba-tiba kata-kata paling awal di atas terlintas di benakku. Persis di depan nyala api lilin yang hangat, kata-kata dalam puisi ini terus berbaris rapi di kepalaku.
Aku selalu suka ide tentang “rumah” karena dalam bahasa Inggris, ada dua makna yang tersimpan dari kata ini. Aku suka bermain-main dengannya dan lahirlah karya buruk ini.
Terima kasih banyak karena sudah mampir sejenak untuk membacanya.
Apapun interpretasimu, terima kasih.